Ragam Batik Yogyakarta Beserta Maknanya Part 1
Ragam Batik Yogyakarta Beserta Maknanya – Batik Yogyakarta atau Batik Jogja merupakan salah satu dari warisan budaya Jawa, setiap motif batik tulis Jogja memiliki bentuk dan maknanya masing-masing. Masing-masing motif mencerminkan filosofi hidup masyarakat sekitar dan setiap daerah biasanya memiliki variasi tersendiri pada batiknya, contohnya di lingkungan keraton Yogyakarta mempunyai ciri khas dalam tampilan warna dasar putih yang mencolok bersih. Pola geometri keraton Yogyakarta sangat khas, besar-besar dan sebagian di antaranya diperkaya dengan parang dan nitik.
Nah, kali ini kami akan memberikan informasi mengenai beberapa motif batik Yogyakarta beserta maknanya dan sepertinya kami akan memberikan informasi ini lebih perlahan dengan membagi menjadi beberapa artikel selanjutnya ya 🙂
Mari kita bahas Motif Batik Yogyakarta dan maknanya di bawah ini:
1. Batik Motif Ceplok, Grompol
Batik Yogyakarta Motif Ceplok ini mencakup berbagai macam desain geometris, biasanya berdasar pada bentuk bunga mawar yang melingkar, bintang ataupun bentuk kecil lainnya, membentuk pola yang simetris secara keseluruhan pada kain batik Yogyakarta. Grompol dalam kosakata bahasa Jawa mempunyai arti berkumpul atau bersatu. Melambangkan harapan orang tua akan semua hal baik berkumpul seperti kebahagiaan, rejeki, kerukunan hidup dan kesejahteraan untuk kedua mempelai dan keluarga pengantin karena batik motif ini biasa digunakan pada upacara atau pesta pernikahan. Selain itu, grompol juga bermakna harapan, agar kedua mempelai dapat berkumpul menjadi satu atau untuk mengingat keluarga besarnya saat kemanapun mereka pergi. Harapan yang lain adalah supaya sanak saudara dan para tamu undangan dapat menyatu sehingga pesta pernikahan berjalan lancar dan meriah.
2. Batik Motif Kawung
Batik Yogyakarta Motif Kawung berupa 4 lingkaran atau elips yang mengelilingi lingkatan kecil sebagai pusat dengan susunan memanjang menurut garis diagonal miring ke kiri atau kekanan berselang-seling. Melambangkan 4 arah angin atau sumber tenaga yang mengelilingi yang berporos pada pusat kekuatan, yaitu: timur (matahari terbit: lambang sumber kehidupan), utara (gunung: lambang tempat tinggal para dewa, tempat roh/kematian), barat (matahari terbenam: turunnya keberuntungan), selatan (zenit: puncak segalanya).
Dalam hal ini raja sebagai pusat atau episentrum yang dikelilingi rakyatnya. Kerajaan merupakan pusat seni budaya, ilmu, pemerintahan, agama dan perekonomian. Rakyat harus patuh pada pusat, namun raja juga senantiasa melindungi rakyatnya. Kawung juga melambangkan kesederhanaan dari seorang raja yang senantiasa mengutamakan kesejahteraan rakyatnya. Batik yogyakarta motif kawung juga berarti keadilan dan kesejahteraan.
Ada beberapa orang yang beranggapan bahwa kawung merupakan salah satu jenis pohon palem atau aren dengan buah yang berbentuk bundar lonjong, berwarna putih agak jernih yang disebut “kolang-kaling”. Pendapat lain mengatakan bahwa kawung merupakan bentuk sterilisasi teratai (Lotus) yang bermakna kesakralan dan kesucian. Pada zaman klasik (pengaruh Hindu Budha), lotus merupakan simbol dewa-dewa. Oleh karena itu Batik Yogyakarta motif kawung dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang bersifat murni, suci, dari putih kembali ke putih. Pada intinya motif kawung dapat kita simpulkan berbentuk bulat lonjong atau elips.
3. Batik Motif Parang
Batik Yogyakarta Motif Parang biasa disebut sebagai motif batik keris atau pola pedang oleh masyarakat internasional. Sedangkan dalam masyarakat Jawa biasa disebut dengan motif Parang Lidah api atau lidah api. Parang merupakan salah satu motif batik paling kuat dari motif batik lain yang ada. Motif parang berupa garis-garis tegas yang disusun secara diagonal paralel. Motif parang sendiri mengalami perkembangan dan memunculkan motif-motif lain seperti Parang Rusak, parang Barong, Parang Kusuma, Parang Pamo, Parang Klithik, dan Lereng Sobrah. Dulu pembuatnya adalah seorang pendiri Keraton Mataram, maka oleh kerajaan, motif-motif parang tersebut hanya boleh dipakai oleh raja dan keturunannya dan tidak boleh dipakai oleh rakyat biasa. Jenis batik itu kemudian dimasukkan sebagai kelompok “batik larangan”.
Bila dilihat secara mendalam, garis-garis lengkung pada batik Yogyakarta motif parang sering diartikan sebagai ombak lautan yang menjadi pusat tenaga alam, dalam hal ini yang dimaksudkan adalah raja. Komposisi kemiringan pada motif parang juga melambangkan kewibawaan, kekuasaan, kebesaran, serta gerak cepat sehingga pemakainya diharapkan dapat bergerak cepat. Menurut penuturan Mari S Tjondronegoro, pada zaman Sri Sultan Hamengku Buwono VIII, motif parang menjadi pedoman utama untuk menentukan derajat kebangsawanan seseorang dan menjadi pedoman yang termaktub dalam Pranatan Dalem asmanipun Panganggo Keprabon Wonten Kraton Nagari Ngayogjakarta Hadingningrat tahun 1927. “Selain motif Parang Rusak Barong, motif Batik Larangan pada zaman itu adalah, motif Semen, Udan Liris, Sawat dan Cemungkiran,” jelasnya.
Sementara 3 motif batik yogyakarta ini dulu yang bisa kita informasikan, selanjutnya bisa dibaca diartikel berikutnya ya.
sumber: http://batik-tulis.com/blog/batik-yogyakarta